Hadits 1 Tentang Amal Perbuatan Tergantung Niat

by - 10/02/2017




الحديث الأول

عن أمير المؤمنين أبي حفص عمر بن الخطاب رضي الله عنه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول " إنما الأعمال بالنيات , وإنما لكل امرئ ما نوى , فمن كانت هجرته إلى الله ورسوله فهجرته إلى الله ورسوله , ومن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها و امرأة ينكحها فهجرته إلى ما هاجر إليه " متفق عليه
 
 
 Dari Amirul Mukminim Abi Hafsh Umar bin Khattab ra. berkata, Aku mendengar Rasulullah bersabda :

"Segala amal perbutan tergantung niatnya dan bagi setiap oraang hanyalah apa yang ia niatkan. Barang siapa yang berhijrah karena Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya itu menuju Allah dan RasulNya. Barang siapa hijrahnya karena dunia yang ia harapkan atau karena wanita yang ingin ia nikahi, maka hijrahnya itu menuju yang ia inginkan".

(Diriwayatkan oleh dua orang ahli hadits : Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Mughirah bin Bardizbah Al-Bukhori dan Abul Husain Muslim bin Al-Hajjaj bin Muslim Al-Qusyairy An-Naisaburi, di dalam kedua kitab tershahih di antara semua kitab hadits).
 
Arti Penting Hadits Tersebut
Hadits ini termasuk salah satu dari hadits-hadits penting yang menjadi poros agama Islam.

Hadits ini adalah dasar atau azas dalam Islam dan sebagian besar hukum-hukumnya berporos padanya.

Hadits ini juga sebagai tolak ukur bagi semua amal batin.

Abu Daud rahimahullah berkata: Sesungguh-nya hadits ini separuh dari agama Islam; karena agama Islam itu meliputi zhahir yaitu berupa amal, dan batin yaitu berupa niat.

Imam Ahmad dan Asy-Syafi’i rahimahumallah berkata: Masuk dalam lingkup hadits “Sesungguhnya segala amal tergantung pada niatnya” sepertiga ilmu; karena usaha seorang hamba itu bisa dengan hati, lisan dan anggota badannya. Adapun niat dengan hati merupakan salah satu dari tiga jenis di atas.

Karena itu para ulama menganjurkan agar memulai kitab-kitab dan karangan-karangan mereka dengan hadits ini. Di antara ulama yang memulai kitab-kitab mereka dengan hadits ini adalah Imam Al-Bukhari dan Imam An-Nawawi rahimahumallah. Faedah memulai dengan hadits ini untuk mengingatkan dan memperingatkan para penuntut ilmu agar membenarkan niatnya untuk Wajah Allah Ta’ala dalam menuntut ilmu dan melakukan kebaikan.

Pelajaran-pelajaran yang Dapat Dipetik dari Hadits Tersebut:

Disyaratkan adanya niat
Para ulama telah bersepakat bahwa segala amal yang dilakukan seorang mukallaf yang mukmin tidak dianggap sah secara syar’i dan tidak berpahala jika ia mengerjakannya kecuali disertai dengan niat.

Waktu niat dan tempatnya
Waktu niat di awal melakukan ibadah, seperti takbir ihram ketika shalat; ihram ketika haji; sedangkan niat puasa maka dilakukan sebelumnya karena sulitnya mengetahui fajar. Adapun tempatnya niat di dalam hati, maka tidak disyaratkan melafazhkan atau mengucapkan niat, bahkan hukumnya bid’ah (hal-hal baru dalam ajaran Islam yang tiada contohnya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sahabatnya, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.)

Wajibnya hijrah
Hijrah dari negeri kafir menuju negeri Islam hukumnya wajib bagi setiap muslim yang tidak memungkinkan untuk menampakkan keislamannya. Hukum ini kekal sampai hari Kiamat. Hijrah juga berarti hijrah (meninggalkan) dari hal-hal yang dilarang oleh Allah Ta’ala.

Barangsiapa yang berniat melakukan amal shalih, lalu ada udzur (halangan) -berupa: sakit, kematian, dan lainnya- yang merintanginya untuk melakukannya, maka ia memdapatkan pahala karena niatnya tersebut.
Perintah untuk mengikhlaskan segala amal dan ibadah hanya untuk Allah semata sehingga mendapatkan pahala dan balasan yang baik di akhirat, dan diberikan taufiq dan keberuntungan di dunia.

Setiap amal yang baik dan bermanfaat, apabila dilakukan dengan niat yang baik disertai dengan keikhlasan, mengharapkan keridhaan Allah Ta’ala dan mengikuti cara Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadi suatu ibadah.

Ikhlas hanya untuk Allah Ta’ala dalam beramal merupakan salah satu syarat diterima-nya suatu amal; karena Allah Ta’ala tidak akan menerima suatu amal kecuali jika dilakukan dengan ikhlas karena Wajah Allah Ta’ala.

Sumber: Al-Waafii fii Syarhi al-Arba’iina an-Nawawiyyah, karya DR. Mushthafa al-Bagha dan Muhyiddin Dîb Mistu
alsofwah.or.id
 

You May Also Like

0 komentar